Jumat, 27 Mei 2011

BLH Nagekeo Melakukan Pengendalian Untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan

Pengambilan Material Galian C  Oleh PT. SAK
Foto: Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nagekeo, Wenslaus Dema, BA. S.AP
Kelestarian lingkungan menjadi yang terutama dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup manusia. Ketika lingkungan rusak dan tidak ditata secara baik, maka akan terpengaruh pada terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan.
Pembatasan pengambilan material galian C yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nagekeo, kepada PT. Surya Agung Kencana (SAK) merupakan bentuk pengendalian untuk mencegah kerusakan lingkungan, akibat dari aktivitas penggalian di dalam badan sungai. Pembatasan tersebut tidak bermaksud untuk menutup kegiatan yang dilakukan oleh PT. SAK. Namun sifatnya sementara, agar dampak terhadap kerusakan lingkungan tidak terjadi.
Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nagekeo, Wenslaus Dema, BA. S.AP, pembatasan pengambilan material galian C yang dilakukan oleh PT. SAK, tentu berdasarkan evaluasi dan pemantauan lapangan sesuai informasi yang diperoleh dari masyarakat kepada BLH Nagekeo, di lokasi Asphalt Mixing Plant (AMP), ditemui bentuk-bentuk kegiatan dan aktivitas penambangan, maka perlu dilakukan pengendalian untuk mencegah keruskan lingkungan.
Kata Wens Dema, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ditaati, yakni; pertama, pengambilan/pengangkutan material galian C dari dalam badan sungai/sempadan sungai untuk sementara dihentikan, diusahakan agar dikelolah/dimanfaatkan material yang telah tertampung di lokasi AMP. Kedua, dilarang menimbun material di dalam badan sungai. Ketiga, dilarang membersihkan/mencuci alat berat dan kendaraan operasional lainnya di dalam sungai untuk mencegah tercemarnya air sungai. Keempat, dalam aktivitas operasionalisasi AMP agar selalu mempedomani dokumen UKL/UPL yang ada beserta lampiran pernyataan. Lanjutnya, hal-hal yang menjadi perhatian PT. SAK tersebut tertuang dalam surat pembatasan pengambilan material galian C, tertanggal 18 Maret 2011 dengan nomor surat; 660/BLH-NGK/47/03/2011.
Wenslaus Dema juga mengatakan, selama ini banyak kalangan beranggapan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PT. SAK tidak memenuhi prosedur dan tidak memiliki ijin, atau tidak dibuat AMDAL. Anggapan tersebut sah-sah saja, demi kemajuan dan kelestarian lingkungan kita. Tapi yang jelas, kegiatan yang dilakukan oleh PT. SAK sudah melalui prosedur. Ijin lingkungan cukup diberikan dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Mencakupi persyaratan ilmiah, administrasi dan hukum yang menjadi pedoman dan mutlak dipatuhi.
Dia juga menambahkan, kegiatan tersebut tidak dibuatkan AMDAL karena usaha bersekala kecil, dampak terhadap lingkungan sangat kecil, maka hanya dilakukan dengan UKL-UPL, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 pada pasal 3 ayat 4, yang mengatur tentang kegiatan yang tidak berdampak besar. Selain PP, pemerkasa harus merujuk pada surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010, yang merupakan pedoman penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) merupakan dokumen penting bagi pemerkasa untuk menindaklanjuti kesepakatan yang ditetapkan, guna mengendalikan dan meminimalisir dampak negative yang tidak diharapkan dan meningkatkan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. “Kegiatan yang tidak berdampak  besar dan penting terhadap lingkungan, diberih perijinan dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Sedangkan kegiatan yang berdampak besar dan penting terhadap lingkungan harus dibuat AMDAL,” tegas Wens Dema.
Lanjutnya, “Pada prinsipnya Badan Lingkungan Hidup sangat memperhatikan dampak lingkungan terhadap masyarakat. Kemungkinan pencemaran sedikitnya pasti ada dari aktivitas yang ada di lokasi tersebut. Pemerkasa sudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat disekitar lokasi, dan masyarakat tidak merasa dirugikan. PT. SAK juga melakukan kontrak dengan pemilik hak ulayat, di sungai Aemau Desa Lange Dhawe, Kecamatan Aesesa Selatan,  “jelas Dema.
Kata Wens Dema, rumor yang berkembang di masyarakat, yang mengatakan bahwa bupati melakukan interfensi terhadap perijinan, adalah pernyataan yang tidak benar. Bupati tidak pernah interfensi terhadap perijinan, semua perijinan dilakukan melalui suatu proses dan mekanisme yang tepat, tanpa ada interfensi dari siapapun. Pada akhir pembicaraan dengan Flores File, Wens Dema mengatakan bahwa Badan Lingkungan Hidup berharap kedepan Master Plan DAS Aesesa bisa terlaksana agar dapat menentukan lokasi-lokasi yang bisa melakukan penambangan dan tidak boleh dilakukan penambangan.
Oleh: Anton Moti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar