Kemiskinan akan menjadi momok, ketika segala bantuan yang sifatnya untuk orang miskin tapi disalahgunakan demi kepentingan pribadi atau golongan. Pengadaan raskin di Desa Sobo, Kecamatan Golewa, belum lama ini, menuai kecurigaan karena penyalurannya tidak tepat sasaran. Mekanismenya juga diabaikan, katanya ada konspirasi antara Dolog Bajawa dan Camat Golewa. Hal ini terlihat karena pengeluaran beras raskin dari Dolog, dengan menggunakan memo dari camat.
Simpang siurnya informasi terkait “beras raskin” (raskin) yang dikuncurkan kepada warga raskin di Kecamatan Golewa pada umumnya, dan Desa Sobo pada khususnya. Ada yang mengatakan beras ersebut tidak seluruhnya jatuh ke tangan warga miskin. Kalaupun warga peroleh raskin harus dibeli. Seperti yang disampaikan oleh beberapa warga di Sobo kepada Flores File, bahwa mereka bisa dapat beras raskin tapi harus dibeli dengan harga per kilogram Rp 3000, jika warga yag tidak punya uang, walaupun ada kartu raskin, beras raskin tersebut dialihkan kepada orang lain yang punya duit, walaupun warga tersebut tidak memiliki kartu raskin.
Menurut warga, yang memohon agar nama mereka agar dirahasiakan, mengatakan, kemungkinan beras tersebut diambil dari Dolog Bajawa menggunakan memo dari pak Camat Golewa, Anton Padua Ngea. Sebab sewaktu sosialisasi pihak Pemkab Ngada tidak terlihat, katanya tidak dilibatkan. Seharusnya mengenai sosialisasi, Bagian Kesra Setda Ngada harus ada. “Mereka hanya melibatkan pihak Dolog dan Pemerintah Kecamatan Golewa,”jelas warga.
Ketika Flores File mengecek tentang kebenaran informasi tersebut, Kepala Desa Sobo, Salomon Mola, di kediamamnya akhir maret lalu, mengatakan, secara lisan masalah raskin sudah disosialisasikan awal tahun 2011 lalu. “Warga penerima raskin di desa ini, sebanyak 145 KK. Kami sudah terima beras dari Dolog Bajawa untuk tiga tahap, terhitung Januarai hingga Juni 2011. Beras yang diterima sebanyak 7.540 kg, dan sudah didistribusikan kepada 145 KK warga raskin. Dengan harga Dolog per kilogram Rp 1.600 (seribu enam ratus rupiah), untuk per KK diberi jata 13 kg,” jelas Kades Sobo.
Dia juga menambahkan, untuk harga per kilogram, disini ada kesepakatan bersama, dan dalam kesepakatan tersebut, di beli dengan harga per kilogram Rp 3000. Ketika ditanya bukti tertulis kesepakatan, Mola tidak memenuhi permintaan wartawan. Dia hanya memberi keterangan lisan, bahwa kesepakatan tertulis itu ada, tetapi itu kesepakatan pada tahun 2010 lalu. Dan itu kesepakatan dari semua unsure.
Terkait memo itu, dengan tegas Mola mengatakan, “kami selama ini selalu ada koordinasi dengan Bupati CQ Bagian Kesrah Setda Ngada. Jadi yang jelasnya memo ke Dolog bukan dari Camat atau dari siapa-siapa. Yang pastinya, “memo “ itu dari Bupati CQ Bagian Kesrah Setda Ngada,” tegas Kades Mola.Sedangkan Kepala Bagian Kesrah Setda Ngada, Stanislaus Dani, di ruang kerjanya, yang didampingi oleh salah satu stafnya, Stefanus Wale, akhir Maret lalu mengatakan kepada wartawan, bahwa ketika beras raskin mau diterima harus diambil memo dari sini. “Sosialisasi awalnya juga harus kami dilibatkan, dan ini aturan umum yang berlaku, apalagi menyangkut sosialisasi awal di Sobo, kami tidak dilibatkan,”katanya tegas.
Selanjutnya Dani menjelaskan, jumlah KK warga raskin di Desa Sobo sebanyak 145 KK, jadi kalau satu tahap maka beras yang harus dikuncurkan ke sana, semestinya 2,175. Namun selama tahun 2011 ini, mereka dari Desa Sobo tidak pernah dekati kami. Dia juga menambahkan, sesuai informasi dilapangan bahwa Pemerintah Desa Sobo dan pengurus raskinnya langsung berhubungan ke Dolog dan memo ke Dolog katanya dari Camat Golewa. “ Kami selama ini tidak pernah memberikan memo ke Dolog untuk meluncurkan beras bagi warga raskin Desa Sobo,”urai Kabag Kesrah.
Sementara itu, Camat Golewa, Anton Padua Ngea, ketika Flores File ingin mengkonfirmasikan permasalahan memo, yang selalu diberikan camat ke Dolog untuk kepentingan pengadaan beras raskin, yang bersangkutan selalu enggan menjumpai wartawan, bahkan tidak berada di kantor. ****
Oleh: Paskalis Ima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar