Jumat, 08 April 2011

Menagih Pamrih Di HUT Ke-4 Kabupaten Nagekeo


Siapa yang paling berjasa dalam perjuangan pemekaran Kabupaten Ngada dan pembentukan Kabupaten Nagekeo? Siapakah yang pantas bertepuk dada sebagai pejuang atau pahlawan? Pertanyaan inilah yang mengemuka ketika perayaan HUT ke-4 Kabupaten Nagekeo.

RABU, 8 Desember 2010 adalah hari istimewa bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Nagekeo. Di hari tersebut, Kabupaten Nagekeo merayakan hari ulang tahunnya (HUT) yang ke-4. Tak ada yang istimewa di hari itu kecuali apel bersama di halaman Kantor Bupati Nagekeo dan sarasehan di Pondok SVD Danga-Mbay. Di sarasehan ini, Bupati Nagekeo, Drs. Yohanes Samping Aoh, Wakil Bupati Drs. Paulus Kadju dan pihak DPRD yang diwakili oleh Yohanes Kasintus Nio tampil bersama di hadapan peserta sarasehan. Ketiganya berbicara mulai dari napak tilas perjuangan pemekaran dan pembentukan Kabupaten Nagekeo, peranan lembaga pendidikan dalam mencerdaskan masyarakat Nagekeo serta dukungan politik DPRD terkait aspek kebijakan publik dalam perjuangan hingga pembentukan Nagekeo sebagai kabupaten yang otonom. Peserta yang hadir dalam acara sarasehan sederhana ini kebanyakan para eksekutif atau pegawai negeri sipil. Di perayaan HUT kali ini ada yang menarik untuk disimak sekaligus direfleksi. Pihak-pihak yang mengaku sebagai pejuang mulai menagih pamrih. Ada yang meminta dibangun patung, barang peninggalan agar dimuseumkan, memberikan beasiswa dan lainnya. Sepertinya, perjuangan pembentukan Nagekeo sebagai kabupaten yang otonom lepas dari Kabupaten Ngada terkesan sebagai perjuangan pribadi dari orang perorang atau bukan perjuangan bersama. Makanya tak heran kalau ada yang mulai berani tepuk dada bahwa dirinyalah sebagai pejuang lalu yang lain tidak. Ada yang ingin mencatatkan namanya dalam sejarah dan meminta banyak hal agar pemerintah memberikan perhatian khusus bagi mereka yang mengaku diri sebagai pejuang. Di sinilah letaknya egoisme dan subyektifisme muncul. Nasionalisme mulai memudar serta persatuan dan kesatuan bisa terancam goyah. Padahal, kabupaten ini baru berusia empat tahun. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Banyak desa yang terisolasi karena jalan tidak ada, listrik tidak ada dan beragam persoalan kemiskinan baik secara ekonomi dan sebagainya. Seharusnya kita merefleksi diri, apa yang sudah kita buat untuk Nagekeo? Jika sudah mendapat jabatan eselonering, diterima sebagai PNS dan sebagainya, apa yang dibuat untuk Nagekeo? Apakah kepentingan dan keuntungan pribadi yang dikejar…???
Sekretaris Daerah (Sekda) Nagekeo, Drs. John E. Parera, sendiri mengaku belum bisa berbuat banyak untuk menyelenggarakan acara HUT yang lebih meriah karena berbagai keterbatasan dan kekurangan. Tapi di sisi lain, banyak yang mengaku tokoh ternyata mulai menagih pamrihnya pada pemerintah. Meminta agar jasa-jasanya dihargai.
“Kami sebenarnya ingin menyelenggarakan acara HUT ke-4 ini secara lebih meriah. Namun, berbagai keterbatasan dan kekurangan yang membuat kami hanya bisa melaksanakan sarasehan yang sederhana ini, “ujar Sekda Nagekeo.
Di acara yang sederhana itu, semua berbaur menjadi satu. Nuansa persaudaraan lebih diutamakan dalam suatu semangat kekeluargaan. Dengan merayakan HUT ke-4 Kabupaten Nagekeo tersebut, kata Sekda Parera, kita diingatkan kembali tentang jiwa dan semangat perjuangan. Kita diingatkan tentang visi dan misi perjuangan agar tidak terjebak pada kepentingan individu atau kelompok yang akhirnya hanya akan melahirkan berbagai aksi pemberontakan. Dalam memeriahkan HUT ke-4 ini, kata Sekda Nagekeo, pihaknya berkolaborasi dengan Dharma Wanita Persatuan yang merayakan HUT pada tanggal 5 Desember dan HUT Korpri yang jatuh pada tanggal 29 November lalu. Dalam memeriahkan HUT Nagekeo kali ini, pihak panitia juga menggelar pertandingan sepak bola dengan menghadirkan Perse Ende, PSN Ngada dan PS Manggarai Timur. Selain sepak bola, panitia juga menggelar lomba gerak jalan pelajar, lomba catur, volley putra dan putri serta pertandingan tenis meja.

          Pemindahan Ibukota
Bupati Nagekeo, Drs. Yohanes Samping Aoh, yang tampil sebagai pembicara pertama dalam sarasehan yang dipandu oleh Kepala Bappedas Nagekeo, Drs. Servasius Lako Nage, sebagai moderator, menguraikan tentang napak tilas perjuangan hingga terbentuknya Nagekeo sebagai kabupaten yang otonom. Bupati Nani Aoh, demikian ia biasa disapa, menyebut kalau rencana pemindahan ibukota Kabupaten Ngada di Bajawa ke Mbay sebagai embrio politik dari perjuangan pemekaran dan pembentukan Kabupaten Nagekeo. Rencana pemindahan ibukota dari Bajawa ke Mbay itu digagas ketika dirinya menjabat sebagai Bupati Ngada. Rencana ini bukan semata-mata keinginan dirinya tetapi atas dasar yang kuat yakni adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 1998. Bukan hanya itu, secara histori, rencana pemindahan ibukota ini sebagai tindak lanjut dari saran Gubernur NTT pertama yakni El Tari saat peresmian lapangan terbang Padhamaleda. Saat peresmian itu, masyarakat Ngada bergembira karena punya satu-satunya lapangan terbang. Namun, di tengah kegembiraan itu, Gubernur El Tari melontarkan suatu pernyataan bahwa masa depan Ngada ada di utara.
“Coba berpaling ke sana (utara-red). Di sana ada dataran yang sangat luas dan memiliki potensi ekonomi yang sangat menjanjikan, “ujar Bupati Nani Aoh mengulangi sentilan almarhum Gubernur El Tari.
Sentilan Gubernur El Tari kala itu dibawa lagi oleh Bupati Ngada kala itu ke ranah politik. Ia ingin mendapat tanggapan wakil rakyat karena itu Bupati melemparkannya ke DPRD Kabupaten Ngada. Pihak DPRD pun setuju agar ibukota Kabupaten Ngada dipindahkan dari Bajawa ke Mbay. Wujud dari dukungan tersebut lalu keluarlah Keputusan DPRD Nomor 4 Tahun 1973 tentang pemindahan ibukota Kabupaten Ngada dari Bajawa ke Mbay. Keputusan DPRD itu hingga saat ini belum pernah dicabut. Artinya masih berlaku sebelum pemekaran.
Dukungan politis Dewan tersebut mulai direalisasikan dengan pembentukan panitia pemindahan ibukota semasa pemilihan Bupati Ngada yang kala itu dijabat Yan Yos Botha di periode kedua. Sayangnya, akibat kurangnya infrastruktur jalan saat itu yang terkadang jalan putus total ke Mbay dan berbagai keterbatasan lainnya menyebabkan rencana pemindahan ibukota ke Mbay tertunda terus.
Ketika dirinya (Yohanes Samping Aoh-red) menjabat sebagai Bupati Ngada, dirinya berjuang lagi di tingkat pusat soal pemindahan ibukota. Ketika perjuangan semakin gencar, di tingkat pusat menurunkan program pengembangan kawasan ekonomi terpadu (Kapet) dengan lokasinya adalah dataran Mbay. Bupati Nani Aoh pun memandang Kapet Mbay sebagai starter point bagi perjuangan pemindahan ibukota. “Awalnya program kapet itu hanya di dataran Mbay atau wilayah Kecamatan Aesesa saja tetapi setelah disurvey oleh pihak pemerintah pusat akhirnya wilayah kapet diperluas hingga mencakup seluruh wilayah Kabupaten Ngada, “terang Bupati Nani Aoh.
Alasan memperluas wilayah cakupan Kapet, jelasnya, semata-mata untuk menghilangkan dikotomi masyarakat antar wilayah. Mengapa hanya Mbay saja? Dan beragam pertanyaan lain yang ditujukan kepada pemerintah saat itu. Ditambahkannya, atas berbagai masukan dan pertimbangan dari pihak Pemerintah Kabupaten Ngada, maka pihak pusat melakukan penelitian ulang dan berhasil meresmikan Kapet Mbay dengan cakupan wilayah semua kecamatan di Kabupaten Ngada. Untuk melaksanakan program kapet, sebelumnya didahului dengan berbagai studi dan kajian potensi. Bersamaan dengan itu, juga ada tim dari Direktorat Otonomi Daerah Depdagri yang turun untuk melakukan studi kelalayakan Mbay sebagai calon ibukota kabupaten. Selanjutnya hasil studi diekspose lalu lahirkan PP 65 Tahun 1998 tentang pemindahan ibukota. Dengan dasar PP 65 tersebut, lanjut Nani Aoh, dirinya menemui Gubernur NTT, Piet A.Tallo, SH di Kupang dan dari hasil konsultasi dan komunikasi, diperoleh informasi bahwa Gubernur Tallo menyanggupi untuk meresmikan pemindahan ibukota kabupaten dari Bajawa ke Mbay.
Beberapa kali saya sampaikan ke Pak Gubernur ketika itu Pak Piet Tallo bilang begini; beta siap turun atur dan resmikan. Beta siap turun itulah yang sampai saat ini beta terus…., “ujar Nani Aoh mengulangi ucapan Gubernur Tallo kala itu di Kupang.
Bupati Nani Aoh, menambahkan, dengan adanya PP 65 tersebut, masyarakat Nagekeo menyambut gembira dan berbunga-bunga. Pemindahan ibukota menjadi suatu semangat bersama dan menjadi fokus perjuangan. Suatu hal yang menjadi kelemahan saat itu adalah program kapet kurang diperhatikan lagi ketika era reformasi. Dalam waktu yang cukup lama program tersebut mengalami stagnasi. Namun, Bupati Nani Aoh, mengungkapkan, program kapet akan digalakan kembali untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekaligus memacu percepatan pembangunan di daerah.
Masih soal pemindahan ibukota, lanjut Nani Aoh, sebelumnya juga pernah menemui Gubernur NTT semasa Herman Musakabe. Dirinya meminta perhatian dan dukungan Pemprop NTT dengan dana sebesar Rp 500 juta guna memback up APBD Kabupaten Ngada untuk keperluan studi kelayakan Mbay sebagai calon ibukota. Selanjutnya, dirinya kala itu juga diundang ke DPRD NTT untuk mengekspose sekaligus dengar pendapat dengan wakil rakyat tentang rencana pemindahan ibukota. Hasil ekspose dan dengar pendapat tersebut kemudian dijadikan sebagai dokumen untuk dibawa ke Jakarta.
“Untuk memindahkan ibukota dan pemekaran kabupaten itu butuh waktu yang cukup lama. Di samping aspirasi, studi-studi dan juga kita laksanakan sejumlah seminar dengan lokasinya Mbay. Ini untuk menggugah semangat masyarakat agar perjuangan bersama memindahkan ibukota sebagai fokus program saat itu, “terangnya.
Bupati Nani Aoh, menambahkan, memindahkan ibukota ke Mbay bukan berarti ada niat untuk meninggalkan Bajawa atau Ngada. Tidak ada sedikit pun niat untuk itu. Justru saat itu, niat pemerintah adalah ingin menjadikan dua kota yakni Bajawa dan Mbay sebagai Kota Kembar atau Twin Citty. Sebagai wujud dari niat itu, pemerintah kemudian membangun sejumlah ruas jalan seperti Aemali-Danga, Riung-Mbay, Aegela-Mbay serta sejumlah ruas jalan lainnya.
“Bahkan ketika saya masih menjabat sebagai Bupati Ngada, saya ambil keputusan hari kerja saja itu dua minggu di Bajawa dan dua minggu di Mbay. Akibat keputusan itu, saya dimaki-maki, diancam dan sebagainya tetapi saya sabar karena saya yakin bahwa setiap perjuangan pasti ada hasilnya walaipun harus memikul salib perjuangan itu sendiri atau via dolorosa. Saat itu saya difitnah saya teruna dan selalu senyum karena niat saya hanya satu yakni adalah pemindahan ibukota, “ujarnya menerangkan.
Ditambahkannya, walaupaun pemindahan ibukota gagal dilakukan namun perjuangan dilakukan dengan rencana pemekaran dan pembentukan Kabupaten Nagekeo yang dimotori oleh alm Anton Bhia Wea dan kawan-kawan. Kini hasil perjuangan telah Nampak di mana Nagekei nenjadi kabupaten yang otonom. Kini saatnya kita membangun kabupaten ini. Semua sector digerakan guna mempercepat pembangunan wilayah, mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja dan sebagainya.

          Siapkan SDM
Pembicara kedua yakni Wakil Bupati (Wabup) Nagekeo, Drs.Paulus Kadju, mengemukakan, kesiapan sumber daya manusia (SDM) untuk membangun Nagekeo merupakan kebutuhan yang sangat penting. Tanpa SDM yang baik maka seberapa besar potensi apapun tidak bisa dikelola dengan baik. Hanya kesiapan dan ketersediaan SDM yang memadai maka pembangunan bisa berkembang maju.
“Saat ini kita sedang berada dan menikmati hasil perjuangan pemekaran dan pembentukan Nagekeo sebagai kabupaten. Sekarang saatnya kita mengisinya dengan pembangunan, “ajak Kadju dalam sarasehan tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Wabup Paulus Kadju, juga mengajak semua pihak agar menghargai dan menghormati jasa-jasa para pejuang sebelumnya. Ia mengatakan, hanya bangsa yang besar yang bisa menghargai jasa para pahlawan. Ia pun menyebut nama para pejuang yang adalah kaum guru seperti Anton Bhia Wea, Gaspar dan Matilde.
“Hanya bangsa yang menghargai jasa para pahlawan atau pejuang yang bisa menjadi bangsa yang besar, “ujarnya memotivasi.
Saat itu, Wabup Kadju juga mengutip sebait puisi yang diciptakan Khairil Anwar. “Kami adalah tulang-tulang berserakan, hanya kamulah yang bisa memberikan nilai pada tulang-tulang kami……..”. Hanya kita sajalah yang bisa memberikan arti terhadap perjuangan para pejuang sebelumnya. Wabup Kadju, menegaskan, peranan pendidikan sangatlah penting untuk mencerdaskan anak bangsa di daerah ini. Untuk berkembang maju, kita tidak bisa mengabaikan pendidikan. Pendidikan berperan mencerdaskan anak bangsa.
“Mari kita siapkan SDM bersama untuk bangun Nagekeo. Kita bangun sector pertanian, peternakan, perkebunan dan kehutanan, kelautan dan industry. Semua sector ini hanya bisa eksis kalau ada pendidikan. Pendidikan menjadi pusat atau sentra kemajuan di segala bidang, “ajaknya.
Wabup Kadju juga menyebut jatuhnya dua kota di Jepang yakni Hiroshima dan Nagasaki tapi akhirnya bisa dibangun kembali hanya karena jasa guru atau pendidikan. Dalam tempo tiga tahun, Jepang kembali maju. Wabup Kadju juga mengajak setiap keluarga untuk mendidik dan mempersiapkan anak karena anak lebih banyak waktu di rumah ketimbang di sekolah. Ia juga mengingatkan sekolah dan lingkungan agar memberikan kenyamanan bagi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Suasana yang kondusif akan menciptakan lingkungan yang ramah. Tak heran kalau Wabup Kadju mengemukakan bahwa antara berpikir, berkata dan berbuat haruslah seirama. Dengan cara ini maka delapan agenda pembangunan dan millennium development goals (MDGs) dapat terwujud. Sehubungan dengan hal ini, Wabup Kadju menegaskan tentang sikap pemerintah dan DPRD yang berkomitmen untuk membangun dan melaksanakan kedelapan agenda pembangunan tersebut. Untuk itu, ia mengajak semua pihak terlebih para abdi Negara dan abdi masyarakat untuk bersikap dan beretos kerja yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat atau publik
“Mari kita bergandengan tangan untuk membangun Nagekeo sehingga lebih baik di masa yang akan datang, “ajak Wabup Kadju.
Di forum sarasehan ini juga tampil pembicara ketiga yakni Yohanes Kasintus Nio, Anggota DPRD Kabupaten Nagekeo yang mewakili Pimpinan DPRD karena berhalangan hadir. Di hadapan peserta, wakil rakyat ini terkesan memberikan kuliah kepada peserta karena lebih banyak membaca pasal ayat undang-undang tentang tugas pokok dan fungsi DPRD. Ia pun mengatakan ada banyak perda yang telah dihasilkan pihaknya dalam kurun waktu empat tahun. Bahkan ia menyebut kalau DPRD kabupaten/kota hanya diberi batas maksimal menyusun tiga perda setiap tahunnya. Untuk mendorong daerah ini berkembang maju, ia menyarankan agar semua program yang disusun dan dilaksanakan harus pro rakyat.  è sil nusa

Naskah II

Bangun Patung, Museum Gerobak Hingga Beasiswa Anak-Anak Pejuang
n. Stanis Paso: Lihat Skala Prioritas Pembangunan

(èfoto: Stanislaus Paso.


Rupanya masyarakat menaruh hormat yang besar kepada para pejuang pemekaran dan pembentukan Kabupaten Nagekeo. Agustinus Tota, tokoh masyarakat asal Kecamatan Nangaroro misalnya yang hadir di acara sarasehan tersebut berpendapat, untuk mengenang dan menghormati jasa para pejuang, sangatlah baik kalau Pemkab Nagekeo membangun patung Anton Bhia Wea di jantung Kota Mbay. Dengan cara itu maka semua pihak bisa berkaca pada perjuangan awal pembentukan kabupaten ini. Selain bangun patung, ia juga mengusulkan agar pemerintah memuseumkan gerobak kepunyaan Anton Bhia Wea. Di samping itu juga perlu memberikan perhatian khusus kepada nasib anak-anak pejuang dengan cara memberikan beasiswa. Selain Agustinus Tota, warga lainnya yakni Baltasar asal Mauponggo, Elias, Frans Mado dan sejumlah warga lainnya juga beragam memberikan pendapatnya di sarasehan tersebut. Ada pendapat yang meminta perhatian pemerintah agar memberikan perhatian khusus kepada para pejuang dan keluarganya, ada yang mempertegas tentang semangat kebersamaan, persatuan dan nasionalisme. Ada pendapat tentang pentingnya menetapkan skala prioritas pembangunan serta beragam pendapat lainnya. Lalu, bagaimana sikap seorang Bupati Yohanes Samping Aoh atau Nani Aoh dan Wabup Paulus Kadju?  
Keduanya sependapat untuk memberikan penghargaan dan perhatian. Namun, dalam konteks membangun patung tak semudah yang dibicarakan. Ada sejumlah kriteria dan itu harus dibicarakan bersama dengan DPRD. Menurut Bupati Nani Aoh, daripada membangun patung lebih baik kita dahulukan melalui pemberian nama jalan raya saja tapi itu pun harus dibicarakan dengan DPRD Nagekeo untuk mendapat persetujuan bersama. Sementara itu soal beasiswa kepada anak-anak Anton Bhia Wea atau anak pejuang lainnya, menurut Bupati Nagekeo, dalam hal memberikan beasiswa, yang perlu diperhatikan pertama kali adalah soal prestasi anak.
“Bukan hanya anak pahlawan saja tetapi semua masyarakat harus diberikan perhatian yang sama. Kalau anak pahlawan kita paksa kasih beasiswa tapi ote imu ote kubi bagaimana bisa? Saya punya hati juga tapi caranya kita lihat kemampuan anak. Apakah anak itu hobinya sopir ya kita dorong jadi sopir atau hobinya lain ya kita dorong ke situ asalkan yang positif. Jadi, kita tidak bisa paksa harus kasih beasiswa nanti rugi uang rakyat kalau tidak dimanfaatkan secara baik, “ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Stanislaus Paso, mengemukakan, membangun Nagekeo memang membutuhkan waktu, dana dan ketersediaan sumber daya manusia. Dalam pengamatannya, di usia empat tahun ini, banyak hal yang sudah diperbuat pemerintah dan DPRD Nagekeo yang mendapat dukungan penuh masyarakat kabupaten ini. Pembangunan di berbagai bidang sedang dan terus digalakan dalam usaha mengentaskan kemiskinan, meminimalisir angka pengangguran, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan sebagainya.
Wakil Ketua DPRD Nagekeo, Stanis Paso, atas nama lembaga DPRD juga menyampaikan apresiasi yang tinggi atas peristiwa monumental yang dirayakan tanggal 8 Desember 2010 sebagai historical day atau hari bersejarah lahirnya Kabupaten Nagekeo.
“Kepada seluruh masyarakat Nagekeo, saya atas nama lembaga menyampaikan selamat hari ulang tahun ke empat Kabupaten Nagekeo. Di hari yang bersejarah ini, mari kita melihat kembali perjalanan dan perjuangan kita. Kita tingkatkan terus semangat untuk mengisi pembangunan dengan peran kita masing-masing. Kita harus kreatif agar daerah ini semakin berkembang maju, “ujar Stanis Paso saat ditemui di ruang kerjanya.
Pria low profile ini mengemukakan berbagai hal yang perlu dipertimbangkan untuk mempercepat pembangunan daerah ini. Namun, sebelum melangkah jauh, ia berpendapat sebaiknya di momentum bersejarah ini, kita melihat kembali apa saja yang sudah dilaksanakan dan apa yang belum. Apa saja yang perlu dipertahankan dan apa saja yang perlu diperbaiki atau disempurnakan. Setelah merefleksi, lalu apa tekad dan pandangan kita ke depan terhadap Nagekeo. Stanis Paso juga mengajak seluruh masyarakat untuk mengambil bagian dalam pembangunan dengan cara masing-masing melalui profesi yang diemban setiap hari. Dengan mengambil bagian dalam pembangunan, kita secara langsung telah berkontribusi terhadap Nagekeo. Bagaimana baiknya Nagekeo ke depan sangat ditentukan oleh masing-masing diri kita. Ini adalah amanat dari perjuangan pemekaran dan pembentukan Kabupaten Nagekeo. Ini menjadi tugas bersama kita mewujudkan visi dan misi yang sudah kita letakan bersama. Kini saatnya juga kita memfokuskan perhatian untuk Nagekeo yang lebih baik dari hari kemarin. Untuk bisa mencapai itu, kita harus bermimpi. Hanya orang yang bisa bermimpilah yang bisa mengharapkan adanya perubahan. Dengan mimpi kita akan berusaha sedikit demi sedikit mencapai impian kita tersebut. Agar kita bisa mencapai mimpi besar yakni kemajuan dan kesejahteraan rakyat, maka dalam pandangan Stanis Paso, adalah kita harus melihat persoalan yang paling penting di kabupaten ini. Apa yang harus dijawab dan semuanya harus ditangani dengan terlebih dahulu menyepakati mana yang disebut dengan skala prioritas dalam pembangunan. Di sinilah letaknya paritipasi masyarakat. Pembangunan yang bersifat paritisipatif memberikan ruang kepada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan sendiri pembangunannya. Selain itu, masyarakat yang akan mengawasi jalannya pembangunan sekaligus mengevaluasinya. Ini adalah amanat UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan demikian, kita bisa menjawab tentang percepatan pembangunan. Sektor mana yang harus didorong harus didahului dengan melakukan pemetaan potensi ekonomi wilayah. Kita juga identifikasi kelompok petani, peternak, nelayan, pengrajin, usaha kecil menengah di setiap wilayah. Contoh; apakah daerah kita sangat cocok untuk pengembangan ternak dan apakah cocok dengan iklim kita? Jika cocok maka itulah potensi yang harus kita dorong dan kembangkan terus. Kelompok-kelompok inilah yang menjadi modal pembangunan kita. Selanjutnya, pemerintah memberikan pelatihan agar masyarakat memiliki skill bagaimana mengelola usahanya secara produktif sehingga kita mampu berdiri sebagai kabupaten yang otonom.
Wakil Ketua DPRD Nagekeo ini, menambahkan, dengan melakukan pemetaan potensi wilayah maka kita bisa melakukan intervensi program dan kebijakan. Bagaimana suatu kebijakan yang diambil bisa menjawab kebutuhan riil masyarakat. Bagaimana sektor riil digerakan dengan cara sinergitas program lintas sektor baik untuk pengembangan ekonomi daratan maupun di wilayah pesisir.
“Kalau kita sudah petakan potensi wilayah baru kita bisa mengetahui berapa kelompok yang kita bina agar masyarakat memiliki ketrampilan. Kalau ini kita lakukan maka bisa meminimalisir pengangguran. Untuk bisa memetakan secara baik maka kita butuh data yang akurat, “ujar Stanis Paso.
Sementara itu, di bidang pendidikan, Stanis Paso, menjelaskan, pemerintah bersama masyarakat secara bersama-sama membenahi sektor ini. Bagaimana kita bisa mengharapkan mutu yang baik kalau tidak tersedianya sarana dan prasarana pendukung yang baik? Dalam hal membangun sarana dan prasarana pun kita harus melihat apakah sarana dan prasarana yang dibangun cukup berkwalitas?
“Dua tahun lalu prosentase pendidikan kita cukup bagus dan tahun ini walaupun mengalami penurunan tapi masih dalam batas yang bisa dibanggakan. Karena itu, saatnya kita memberikan perhatian dan pembinaan kepada seluruh lembaga pendidikan mulai dari TK sampai pendidikan menengah atas dengan satu asumsi bahwa kegiatan belajar mengajar harus didukung dengan suatu metode belajar yang tepat, ruang kelas yang baik dan tersedianya buku dan sebagainya. Kalau ini terpenuhi maka output maupun outcome yang kita harapan bisa tercapai, “ujar Stanis Paso.
Sebagai wakil rakyat, Stanis Paso sungguh menyadari bahwa mimpi yang besar kalau tidak diimbangi dengan tersedianya dana yang cukup maka sia-sia. Namun, dalam keterbatasan itu, ia mengajak semua pihak untuk tidak boleh pesimis tapi harus penuh dengan sikap optimis bahwa walaupun dana terbatas tetapi kita harus mengelolanya secara baik dan bermanfaat. Berbicara tentang sektor pendidikan, Stanis Paso agaknya tertegun. Ia teringat dengan nasib para guru. Bagaimana tingkat kesejahteraan para pendidik. Di satu sisi masyarakat mengharapkan agar pendidikan berkwalitas tetapi mengabaikan kesejahteraan guru.
“Infrastruktur pendidikan kita masih harus dibenahi dan ditingkatkan, “terangnya.
Di bidang ekonomi, Stanis Paso, menguraikan tentang masih perlunya pembangunan infrastruktur untuk menopang distribusi barang dan jasa maupun mobilitas manusia yang terus mengalami peningkatan akhir-akhir ini. Apabila infrastruktur tidak dibangun secara seimbang maka akan terjadi over stock dan barang pun menjadi busuk karena telalu lama disimpan.
“Memang dana kita sangat terbatas tapi how to allocate atau bagaimana mengalokasikannya secara tepat sehingga dana bisa bermanfaat secara benar sehingga secara perlahan mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah, “tambahnya.
Wakil rakyat asal Partai Hanura ini rupanya juga menaruh perhatian yang besar pada masalah kependudukan. Menurutnya, saat ini terjadi ledakan penduduk yang sangat besar dan ini harus disikapi atau direspon secara arif karena kalau tidak hanya akan menjadi masalah dan tantangan sosial kita. Lonjakan kependudukan ini harus dibarengi dengan terpenuhinya pelayanan kesehatan di setiap desa dan kecamatan dengan cara membenahi dan meningkatkan pelayanan kesehatan mulai dari tingkat poskesdes, pustu dan puskesmas serta rumah sakit.
“Usia yang  baru empat tahun memang belum bisa diharapkan untuk melayani seluruh kebutuhan rakyat, tapi Pemda Nagekeo yakin sedang bergerak kea rah harapan publik melalui serentetan aksi yang pro poor sebagaimana tujuan pembangunan millennium atau MDGs. Pro poor harus menjadi perhatian bersama. Jika kita ingin berubah maka bagaimana mindset kita, apakah konsep dan aplikasinya seperti itu ataukah belum, “ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Nagekeo ini mengajak semua pihak agar dalam semangat historical day ini kita pertegas kembali komitmen dan perjuangan bersama, menyatukan langkah dan gerak kea rah yang positif. Pemerintah melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan hingga evaluasi karena inilah model pembangunan yang diharapkan untuk mencapai MDGs.
Di bagian terpisah, Anggota DPRD Nagekei, Frans Ave, mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan atau pejuang. Dalam konteks membangun patung atau pemberian nama jalan, menurutnya adalah hal yang lumrah saja dan itu menjadi kewenangan pemerintah asalkan melalui mekanisme yang selayaknya. Sedangkan terkait dengan penghargaan dalam bentuk material lainnya, diakui Frans, saat ini Nagekeo belum mampu memberikannya.
Frans Ave, menambahkan, saat ini pihak pemerintah bersama DPRD sedang membahas dan berkonsultasi ranperda tentang pajak dan retribusi di Depdagri. Untuk menetapkannya butuh proses dan mekanisme. Ia juga mengomentari soal fungsi pengawasan yang melekat di tubuh lembaga DPRD. Menurutnya, untuk melakukan pengawasan membutuhkan dukungan masyarakat.
“Contoh dana percepatan pembangunan dan dana stimulus yang mekanisme pengelolaannya tidak melalui DPRD kita sikapi atau pertanyakan. Itu salah satu contoh dari fungsi pengawasan di sampaing ada banyak yang telah kami lakukan, “ujarnya.
Anggota DPRD, Frans Ave, juga mengemukakan tentang manfaat pemekaran dan pembentukan Kabupaten Nagekeo yang benar-benar dirasakan masyarakat di desa-desa. Ia juga bersyukur bahwa komitmen dan konsistensi bupati dan wakil bupati bersama DPRD dalam mewujudkan visi dan misi.
“Bupati dan DPRD sangat konsisten. Sekarang tinggal implementasi sektor. Kalau sector lemah maka sia-sialah semangat perjuangan kita. Karena itu kita minta kepada Baperjakat dan bupati agar menempatkan seseorang dalam jabatan birokrasi harus memperhatikan kompetensi dan etos kerja seorang aparatur. Kali lalu ada yang sarjana hukum tempatkan di Dinas Perikanan dan Kelautan. Kalau di perikanan harus orang perikanan, “ujarnya.
Frans Ave menambahkan, untuk mendorong percepatan pembangunan dan memberikan pelayanan publik yang prima, pemerintah dan DPRD akan mengalokasikan anggaran sebesar 70 : 30% di bidang anggaran untuk anggaran publik.

          Reorganisasi FPPPKN
Di forum sarasehan maupun ketika Bupati Nagekeo melakukan kunjungan kerja ke sejumlah kecamatan beberapa waktu lalu, sejumlah masyarakat juga mempertanayakan keberadaan dan nasib dari Forum Perjuangan Pemekaran dan Pembentukan Kabupaten Nagekeo (FPPPKN). Sejumlah peserta yang hadir di forum sarasehan juga mempersoalkan  mengapa Bupati Nagekeo dalam penjelasan napak tilas pembentukan Kabupaten Nagekeo tidak meyentil atau menyinggung peran FPPPKN. Padahal, peran forum saat itu sangat strategis dan penting. Sementara itu, Anggota DPRD Nagekeo, Frans Ave, mengemukakan, sebagai bangsa yang menghargai jasa para pejuang, sangatlah tidak etis kalau FPPPKN ditinggalkan. Ia menyarankan agar forum ini diberdayakan dengan mereorganisasi diri sebagai forum pengawasan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan. Untuk dapat menjadi pengawasa yang baik maka forum ini menempatkan di setiap kecamatan minimal satu orang sebagai vocal point sehingga bisa mengikuti semua proses pembangunan yang ada.
“Peran dan jasa pejuang itu memang perlu dihargai tapi bukan dalam bentuk material, “ujarnya.
Sementara itu, Bupati Nagekeo, Yohanes Samping Aoh berpendapat, keberadaan forum saat ini memang sudah tidak relevan karena nama forum saja adalah nama forum perjuangan pemekaran dan pembentukan Kabupaten Nagekeo. Dengan terbentuknya kabupaten ini maka dengan sendirinya forum ini sudah tidak ada. Atau, jika ingin forum ini tetap eksis maka harus direorganisasi dalam bentuk atau wadah yang lain.
“Forum itu tidak bisa dibentuk oleh bupati. Sekarang itu eranya dari bawah. Jadi anggota forum sendiri yang mereorganisasi apakah forum memposisikan diri sebagai pengawas pembangunan atau apa saja silahkan, “ujar Bupati Nagekeo.
Terlepas dari beragam pertanyaan dan pernyataan seputar HUT ke-4 Kabupaten Nagekeo yang mempersoalkan pamrih atau jasa para pejuang, semua kita diajak untuk merefleksi diri. Apa yang saya dan anda buat untuk Nagekeo? Jangan tanyakan pada Negara apa yang Negara berikan pada anda tapi tanyakan pada diri kita, apa yang sudah kita berikan kepada Negara.  è sil nusa

1 komentar:

  1. selamat bung!smoga sukses...kita tunggu berita-berita menarik selanjutnya...

    BalasHapus